Kenapa Suami Suka Ngomong Kasar

Kenapa Suami Suka Ngomong Kasar

Tips Menghadapi Suami yang Suka Berkata Kasar

Apa pun alasannya, melontarkan kata-kata kasar kepada istri tidak dibenarkan dan bukan perilaku yang baik bagi seorang pemimpin keluarga. Bila hal ini terjadi 1–2 kali dalam rumah tanggamu, mungkin kamu bisa menganggapnya sebagai sebuah kekhilafan.

Akan tetapi, jika selalu terjadi setiap kali ada masalah, bahkan pada masalah yang sepele sekalipun, kamu perlu bertindak agar ia bisa berubah dan tidak mengulangi kesalahannya lagi.

Berikut ini adalah beberapa tips menghadapi suami yang suka berkata kasar:

Pertama-tama, mengertilah bahwa ledakan emosi dan kata-kata kasar yang keluar dari mulut seseorang kebanyakan berasal dari luka di masa lalu. Jadi, saat ia mulai berkata kasar, usahakan untuk tetap tenang dan tidak tersulut emosi atau terlihat marah.

Berikan sugesti positif pada pikiranmu sendiri. Lihatlah kemarahannya dari sudut pandang lain dan cobalah pahami kira-kira hal apa yang membuka luka masa lalu dan menyulut kemarahannya.

Walau sakit hati dengan apa yang ia katakan, kamu harus berbesar hati untuk tidak membalas perkataan kasarnya, ya. Memaki balik tidak akan menyelesaikan masalah, malah justru bisa memperburuk keadaan. Bahkan, bukan tidak mungkin suami bisa melakukan kekerasan fisik karena tersulut perkataanmu.

Di dalam hubungan pernikahan, tidak ada yang kalah atau menang. Jadi, mengalah bukan berarti kalah. Dalam situasi panas ini, kamu harus bisa menjadi pendingin keadaan dengan tidak memakinya balik.

Lagi pula, bicara balik dengan seseorang yang sedang marah biasanya akan percuma. Oleh karena itu, mengalahlah sebentar sampai amarah suami mereda, baru ajak ia bicara dari hati ke hati.

Setelah kegusarannya mereda, cobalah pancing ia untuk menceritakan alasan kemarahannya dan dengarkan ia dengan rasa empati. Ulangi apa yang ia katakan sebagai konfirmasi agar ia benar-benar merasa didengarkan.

Kalau kira-kira sudah bisa diajak berdiskusi, mulailah nyatakan pendapatmu dengan kepala dingin. Katakan bahwa yang ia lakukan itu tidak baik dan menyakitkan hatimu. Ingatkan bahwa apa yang ia lakukan bisa saja berdampak buruk dan ditiru oleh anak. Namun, gunakanlah kata-kata yang sopan dan tidak menyudutkannya.

Bila ia menyalahkanmu dan kamu memang mengakui kesalahanmu, jangan ragu untuk meminta maaf padanya. Kamu juga bisa mencium atau memeluknya untuk memperbaiki suasana hatinya yang buruk.

Jika semua usahamu untuk mendengarkan, berdiskusi baik-baik, dan meluluhkan hatinya tidak juga menghilangkan amarah dan kata-kata kasarnya, ada baiknya berikan ia waktu untuk sendiri.

Terlalu lama mendengar perkataan kasar suami tentu bisa berdampak buruk bagi kesehatan mentalmu. Jadi, kamu boleh, kok, pergi sebentar agar ia bisa berpikir jernih dan menyadari kesalahannya.

Jika ia benar-benar mencintaimu dan anakmu, serta ingin mempertahankan pernikahan kalian, tentu ia akan berusaha untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Sebagai istri, kamu juga perlu tahu bahwa ada beberapa penyebab mengapa suami bisa marah besar dan berkata kasar kepada istri. Salah satunya adalah trauma emosional yang terpendam. Selain itu, tingkat stres yang tinggi dan masalah kesehatan mental, seperti depresi, juga bisa menyebabkan hal ini.

Bila tips-tips di atas sudah dilakukan tapi suami tetap sering berkata kasar saat marah, ajaklah suami untuk melakukan konseling pernikahan atau berkonsultasi ke psikolog agar akar masalah dari kebiasaan berkata kasar ini bisa ditemukan dan diatasi.

Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT tidak melulu melibatkan fisik. Hinaan atau perkataan kasar dari pasangan juga dapat dikategorikan KDRT. Apakah suami Anda kerap melakukan hal tersebut? Jika iya, sebaiknya jangan hanya berdiam diri dan pasrah. Psikolog Ratih Ibrahim mengatakan, perkataan dan perlakuan kasar pasangan bukanlah hal yang pantas untuk dilakukan karena istri pada dasarnya memiliki hak untuk dihormati, dihargai dan diperlakukan dengan pantas. Ketika seorang istri membiarkan perkataan dan perlakuan kasar suami, hal itu hanya akan membuat tindakan yang sama terulang terus-menerus. "Kondisi ini bisa berdampak buruk untuk kesehatan mental diri dan mengancam pernikahan," jelas Ratih yang merupakan pendiri pusat konseling PT Personal Growth itu dalam konsultasi cintanya pada pembawa Wolipop.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika suami sering berkata kasar, Ratih meminta pada para istri untuk tidak langsung menyalahkan dirinya sendiri dan merasa layak mendapatkan perlakuan tersebut. Hal itu karena perlakuan dan perkataan kasar suami ini bisa disebabkan karena memang karakter dari kepribadiannya yang terbentuk dari interaksi antara faktor genetik dan lingkungannya serta pengalaman hidupnya.

Hal serupa juga diungkapkan psikolog Kasandra Putranto. "Ada orang-orang tertentu yang memiliki sifat keras baik itu diturunkan dari ayah atau ibu. Sifat itu lahir dari cara mereka dibesarkan, misalnya orangtua yang cenderung otoriter dan suka mengatur orang lain," ujarnya saat diwawancara Wolipop beberapa waktu lalu.

Meskipun sikap kasar suami ini bisa jadi karena faktor genetik dan lingkungannya, ditekankan Ratih dan Kasandra, tetap saja hal tersebut jangan ditolerir. Yang sebaiknya dilakukan ketika sudah tidak tahan dengan ucapan kasar suami adalah dengan membicarakannya atau mengkonfrontasi pada pasangan.

Carilah waktu dan tempat yang tepat untuk mengajak suami berdiskusi serius. "Mulailah dengan memberitahukan bahwa Anda peduli dengannya namun Anda tidak senang dengan cara ia memperlakukan Anda, hal ini mempengaruhi perasaan Anda terhadapnya dan Anda khawatir hal ini dapat merusak hubungan," saran Ratih.

Saat berdiskusi ini, jika memang dia merasa tidak mengetahui apa saja perilakunya yang dianggap kasar oleh Anda, jelaskan dengan contoh-contoh. Saat suami mulai kembali marah dan berkata kasar, katakan padanya dengan tegas dan yakin bahwa apa yang dilakukannya itu menyakiti Anda.

"Terus ingatkan kembali dirinya secara konsisten ketika ia mengulangi kembali perilaku yang bersifat merendahkan / tidak menghargai Anda," jelas Ratih.

Jika suami tidak bisa diajak berdiskusi, lakukan konfrontasi langsung saat dia berkata-kata kasar pada Anda. Jangan terpancing untuk berdebat meskipun suami membela diri dan membuat alasan. Cukup terus tegaskan bahwa Anda tidak mau berbicara dengan cara yang kasar karena hal tersebut termasuk penganiayaan secara emosional.

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Kami turut prihatin terhadap masalah yang sedang Anda hadapi. Perceraian hendaknya menjadi pilihan terakhir bagi pasangan suami istri setelah semua upaya telah ditempuh untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

Pada dasarnya, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri sebagaimana dikatakan dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”). Apa saja alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian itu?

Menurut Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah:

1.    salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2.    salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;

3.    salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4.    salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;

5.    salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

6.    antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.

Anda tidak menyebutkan agama apa yang Anda dan suami anut. Selain alasan-alasan tersebut, bagi pasangan suami istri yang beragama Islam juga berlaku ketentuan dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang mengatur dua alasan perceraian yang tidak diatur dalam UU Perkawinan yaitu:

1.    Suami melanggar taklik talak;

2.    Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Jika dilihat dari alasan-alasan perceraian di atas, sebenarnya perilaku suami Anda yang kerap bersikap kasar dengan “main tangan” itu belum termasuk alasan yang cukup untuk dilakukannya perceraian, kecuali sikap kasar tersebut dilakukan dalam wujud kekejaman atau penganiayaan berat sehingga membahayakan Anda sebagai istri.

Dengan alasan itu, Anda dapat menggugat cerai suami Anda. Mengenai ke mana gugatan cerai dapat diajukan, Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 7/1989”) sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 (“UU 50/2009”) jo. Pasal 132 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) menyebutkan:

“Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.”

Berdasarkan Pasal 73 ayat (1) UU 7/1989 jo. Pasal 142 ayat (1) KHI memang pengajuan gugatan perceraian dapat dikuasakan. Namun, untuk sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian ditentukan dalam Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU 7/1989 bahwa:

(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.

(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

Mengacu pada ketentuan di atas, maka gugatan cerai dapat Anda layangkan ke pengadilan di tempat kediaman Anda sebagai penggugat. Lalu bagaimana jika suami Anda tidak setuju diceraikan oleh Anda? Dalam hal ini, hakimlah nantinya yang akan menentukan apakah akan mengabulkan gugatan cerai Anda atau tidak.

Jika suami karena tidak setuju diceraikan oleh Anda, lalu ia tidak datang menghadiri persidangan (sebagai tergugat) dan juga tidak diwakili oleh kuasanya, maka berdasarkan Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44) hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.

Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya banding terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat Anda simak dalam artikel Putusan Verstek dan Sidang Perceraian Tanpa Dihadiri Pihak Suami.

Apabila putusan verstek tersebut tidak diupayakan banding terhadapnya, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Penjelasan lebih lanjut mengenai putusan berkekuatan hukum tetap ini dapat Anda simak dalam artikel Kapan Putusan Pengadilan Dinyatakan Berkekuatan Hukum Tetap?

Contoh kasus serupa dengan pertanyaan Anda ini dapat kita temui dalam artikel Bercerai karena Suami Bersetubuh dengan Hewan. Dalam artikel tersebut diketahui bahwa suami selaku tergugat tidak pernah hadir selama persidangan berlangsung. Putusan hakim akhirnya dibuat secara verstek (tanpa kehadiran tergugat). Bunyi amar putusan tersebut adalah “Mengabulkan gugatan penggugat secara verstek”.

Menjawab pertanyaan Anda, apabila memang upaya perdamaian telah dilakukan dengan suami Anda namun tidak berhasil, maka langkah yang dapat Anda lakukan adalah Anda tetap bisa mengajukan gugatan cerai kepada suami Anda meskipun ia tidak menyetujuinya. Hakimlah yang akan memanggilnya secara patut untuk hadir di persidangan. Apabila ia juga  tidak hadir dan tidak diwakili oleh kuasanya, maka persidangan tetap berjalan dengan dijatuhkan putusan verstek.

Namun bagaimanapun juga, menurut hemat kami, perceraian haruslah sebaik mungkin dihindari. Kami berharap Anda dapat menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan tanpa harus melalui jalan perceraian.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

1.    Herzien Indlandsch Reglement (HIR)(S.1941-44);

2.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

3.    Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009;

4.    Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Assalamualaikum,, saya sedang ada masalah di pernikahan saya. Suami saya suka ngomong kasar, teriak di telinga saya, nyabet saya pakai lidi, menendang, setiap melihat wajah saya bawaannya pengen mukul aja. Dia juga sekarang mengabaikan saya, dia tidak pernah memanggil nama saya dengan baik. Dia juga tidak perhatian sama saya, dia tidak mau jika saya salim tangannya saat saya berangkat kerja, dia juga suka chat cewe asing walaupun dia tidak pernah memberi tahu identitas nya... komunikasi sudah jarang, sudah 1 minggu lebih tidak berhubungan intim, dia juga memperlakukan saya seperti babu. Saya seperti hidup dengan majikan saya. Apakah itu termasuk KDRT dan bagaimana saya harus menyikapi nya?? Terimakasih

Wa alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu.

Sebelum menjawab sikap apa yang harus anda ambil untuk menghadapi sikap suami anda yang kurang baik dan kasar kepada anda,maka perlu anda evalusi diri terlebih dahulu. Apa yang menyebabkan suamai anda berlaku kasar kepada anda? apakah anda mempunyai kesalahan pada dirinya sehingga berubah sikapnya? Apakah ada pihak ketiga yang membuat suami anda berlaku kasar kepada anda? Apakah dia memiliki kebiasan baru yang aneh sehingga dia bersikap kasar kepada anda? seperti narkoba dan sejenisnya?

Dan pertanyaan-pertanyaan lain, yang intinya menggali penyebab suami anda bersikap kasar kepada anda.  Jika sebab itu telah ditemukan atau dia akui sendiri, maka solusinya akan lebih mudah untuk diperoleh. Tetapi jika penyebabnya belum ditemukan, maka akan susah memberikan sikap yang tepat untuknya. Ibarat dokter yang ingin menyembuhkan penyakit pasien, tapi dia tidak mengetahui penyebab sakitnya.

Secara umum apa yang anda ceritakan sudah masuk dalam kategori KDRT. Kekerasan dalam rumah tangga bisa dalam bentuk kekerasan mental dan fisik, seperti pukulan,tendangan dan lain-lain. maupun kekerasan.

Jika ada kekerasan dalam rumah tangga,dan anda tidak bisa menyelesaikan sendiri, pergilah ke KUA untuk mendapatkan saran yang tepat sesuai dengan kondisi anda. Atau anda bisa meminta tolong dan saran kepada orang lain yang bisa menghentikan kekerasaanya itu. Wallahu a’lam bishowab. (as)

Pertengkaran adalah hal yang lumrah terjadi pada sebuah pernikahan. Namun, bila suami suka berkata kasar tiap kali bertengkar, tentu hal tersebut bisa membuatmu sakit hati dan makin memperkeruh keadaan. Lantas, bagaimana cara menghadapi suami yang suka berkata kasar?

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak selalu melibatkan fisik saja. Kamu perlu tahu bahwa perkataan kasar, hinaan, dan ejekan yang diucapkan oleh pasangan juga bisa tergolong KDRT, lho, tetapi dalam bentuk verbal.